Jangan menjadi perfeksionis
Salah satu penyebab kecemasan yaitu terlalu berharap meraih hasil yang sempurna.
Tinggal di dalam situasi yang sudah
familiar membuat kita nyaman di dalamnya. Ini dikarenakan, saat kita
sudah familiar dengan suatu hal, maka kita pun akan menjadi ahli di
dalam hal itu. Dan, saat kita menjadi ahli, kita pun akan lebih mudah
meraih kesempurnaan.
Sebagai contoh, sudah belasan tahun Anda
bekerja di perusahaan A sebagai seorang staf keuangan. Anda sudah
sangat familiar dengan situasi kerja di perusahaan itu. Anda sudah paham
dengan ritme kerjanya, paham bagaimana berinteraksi dengan orang-orang
di lingkungan itu, serta paham bagaimana prosedur kerja di perusahaan
itu.
Karena sudah sangat familiar dengan
situasi di perusahaan itu, Anda pun sudah sangat nyaman berada di
dalamnya. Anda sudah tidak perlu menyesuaikan diri dengan ritme kerja,
dengan orang-orang di dalamnya, juga sudah tidak perlu beradaptasi
dengan aturan-aturan kerjanya. Anda sudah sangat ahli di dalamnya. Anda
sudah tidak memerlukan bantuan orang lain untuk membimbing Anda.
Saat Anda sudah sangat familiar di
tempat kerja Anda, bukanlah hal yang sulit untuk bekerja secara maksimal
di dalamnya. Sudah tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Oleh
karenanya, Anda dapat meningkatkan produktivitas Anda kapan pun Anda
mau.
Nah, keluar dari zona nyaman bisa
berarti kegagalan demi kegagalan. Ini dikarenakan, kita melakukan apa
yang belum pernah kita lakukan, kita masih sangat asing dengan apa yang
kita lakukan. Kita asing dengan orang-orang yang berada di lingkungan
baru itu. Kita masih harus banyak belajar dan menyesuaikan diri.
Apa kosekuensinya? Tentu saja, saat kita
belum familiar atau belum mengenal situasi baru dengan baik, niscaya
kita akan mengalami banyak kegagalan.
Orang yang perfeksionis senantiasa takut
dan cemas manakala berada di dalam situasi yang baru, melakukan sesuatu
yang baru, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ini dikarenakan, ia
takut kalau-kalau hasilnya mengecewakan, kalau-kalau ia gagal dalam
melakukan hal itu.
Oleh karena itulah, agar Anda tidak
canggung dengan situasi yang masih asing bagi Anda, berhentilah menjadi
orang yang perfeksionis. Maklumilah diri Anda jika Anda berbuat banyak
kesalahan. Tanamkan di dalam benak Anda bahwa Anda gagal karena Anda
masih belum mengenal dan belum ahli di dalam situasi baru tersebut.
Realistis
Sehubungan dengan tantangan, secara
umum, ada tiga zona yang dapat kita temui dalam kehidupan ini. Yang
pertama adalah zona nyaman. Zona ini merupakan zona yang sudah sangat
familiar bagi kita. Dan, karena familiar, kita pun merasa nyaman di
dalamnya.
Kita merasa nyaman berada di zona ini
karena secara alamiah, kita cemas dan takut terhadap sesuatu yang baru.
Sebaliknya, kita merasa nyaman berada di dalam situasi di mana kita
sudah terbiasa hidup di dalamnya. Sudah tidak ada lagi tantangan di
dalam zona ini.
Zona yang kedua adalah zona pembelajaran (learning zone).
Berada di zona ini membuat kita cemas tetapi, kecemasan itu masih dapat
kita atasi. Contoh zona ini yaitu situasi penuh tantangan, yang pernah
kita alami sebelum-sebelumnya.
Sudah beberapa kali Anda mengikuti meeting bersama
direksi. Anda pun tidak memiliki fobia untuk mempresentasikan rencana
kerja Anda. Menghadapi situasi itu, sekali pun Anda tidak memiliki
fobia, niscaya tetap muncul kecemasan di dalam diri Anda. Ini
dikarenakan, banyak keputusan (benar) yang harus Anda buat. Rasa cemas
ini sangat rasional dan masih dapat ditoleransi. Anda pun masih dapat
mengatasinya dengan berbagai cara.
Para pakar menyebut kecemasan ini sebagai optimal level of anxiety (tingkat kecemasan yang moderat yang masih dapat dihadapi).
Ketiga, zona panik alias panic zone.
Zona ini merupakan zona yang sangat asing bagi kita. Dinamakan zona
panik karena bisa jadi, kita belum pernah sekali pun berada di dalam
zona ini, yang menyebabkan kita panik berada di dalamnya. Atau, bisa
jadi juga, kita sudah pernah berada di dalam zona ini, tetapi kita
memiliki masalah adaptasi di dalamnya. Misalnya, kita memiliki alergi
konsumsi masakan laut alias sea food. Saat kita mengonsumsi cumi, misalkan, timbul bentol-bentol di tubuh kita. Ini berarti, sea food menjadi zona panik kita.
Saat Anda ingin keluar dari zona nyaman, pastikan bahwa Anda memasuki zona pembelajaran alias learning zone, bukan panic zone.
Memilih zona pembelajaran, alih-alih zona panik merupakan pilihan yang
realistis. Ini dikarenakan, Anda memilih zona yang sesuai dengan batas
kemampuan Anda.
Jika Anda memilih berada di zona panik,
tidak menutup kemungkinan yang terjadi justru Anda akan jera untuk
sekali lagi mencoba keluar dari zona nyaman. Penyebabnya, situasi yang
Anda hadapi tidak sesuai dengan batas kemampuan Anda. Mungkin Anda akan
menasihati diri Anda seperti ini: “Ga lagi-lagi, deh, keluar dari zona nyaman. Situasi di luar penuh dengan risiko dan sangat berbahaya.”
Salah satu contoh berada di dalam zona
panik yaitu, maju ke atas panggung dan bernyanyi di hadapan ribuan
penonton untuk pertama kalinya, padahal kita memiliki demam panggung.
Memaksakan diri untuk berada di atas
panggung sementara kita memiliki fobia berada di atas panggung merupakan
ide yang buruk. Kepanikan bisa menyerang kita. Dalam banyak kasus,
bahkan sampai ada yang perutnya mual dan muntah karena sangking
paniknya.
Ujungnya, kita pun malah malu dan
menyalahkan diri kita sendiri karena telah memilih keputusan yang salah
(memutuskan untuk mencoba tampil di atas panggung). Pada gilirannya,
kesan yang timbul di dalam benak kita mengani situasi baru sangatlah
buruk. Kita akan trauma untuk keluar dari zona nyaman.
Bersambung..........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar