Selamat Datang di Blog Mas-KW

MENUJU TAHUN 2019

Rabu, 11 Maret 2015

Keluar dari Zona Nyaman sebagai Kunci Sukses Mengembangkan Diri (3)


Jangan menjadi perfeksionis

Salah satu penyebab kecemasan yaitu terlalu berharap meraih hasil yang sempurna.
Tinggal di dalam situasi yang sudah familiar membuat kita nyaman di dalamnya. Ini dikarenakan, saat kita sudah familiar dengan suatu hal, maka kita pun akan menjadi ahli di dalam hal itu. Dan, saat kita menjadi ahli, kita pun akan lebih mudah meraih kesempurnaan.
Sebagai contoh, sudah belasan tahun Anda bekerja di perusahaan A sebagai seorang staf keuangan. Anda sudah sangat familiar dengan situasi kerja di perusahaan itu. Anda sudah paham dengan ritme kerjanya, paham bagaimana berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan itu, serta paham bagaimana prosedur kerja di perusahaan itu.


Karena sudah sangat familiar dengan situasi di perusahaan itu, Anda pun sudah sangat nyaman berada di dalamnya. Anda sudah tidak perlu menyesuaikan diri dengan ritme kerja, dengan orang-orang di dalamnya, juga sudah tidak perlu beradaptasi dengan aturan-aturan kerjanya. Anda sudah sangat ahli di dalamnya. Anda sudah tidak memerlukan bantuan orang lain untuk membimbing Anda.
Saat Anda sudah sangat familiar di tempat kerja Anda, bukanlah hal yang sulit untuk bekerja secara maksimal di dalamnya. Sudah tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Oleh karenanya, Anda dapat meningkatkan produktivitas Anda kapan pun Anda mau.
Nah, keluar dari zona nyaman bisa berarti kegagalan demi kegagalan. Ini dikarenakan, kita melakukan apa yang belum pernah kita lakukan, kita masih sangat asing dengan apa yang kita lakukan. Kita asing dengan orang-orang yang berada di lingkungan baru itu. Kita masih harus banyak belajar dan menyesuaikan diri.
Apa kosekuensinya? Tentu saja, saat kita belum familiar atau belum mengenal situasi baru dengan baik, niscaya kita akan mengalami banyak kegagalan.
Orang yang perfeksionis senantiasa takut dan cemas manakala berada di dalam situasi yang baru, melakukan sesuatu yang baru, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ini dikarenakan, ia takut kalau-kalau hasilnya mengecewakan, kalau-kalau ia gagal dalam melakukan hal itu.
Oleh karena itulah, agar Anda tidak canggung dengan situasi yang masih asing bagi Anda, berhentilah menjadi orang yang perfeksionis. Maklumilah diri Anda jika Anda berbuat banyak kesalahan. Tanamkan di dalam benak Anda bahwa Anda gagal karena Anda masih belum mengenal dan belum ahli di dalam situasi baru tersebut.

Realistis

Sehubungan dengan tantangan, secara umum, ada tiga zona yang dapat kita temui dalam kehidupan ini. Yang pertama adalah zona nyaman. Zona ini merupakan zona yang sudah sangat familiar bagi kita. Dan, karena familiar, kita pun merasa nyaman di dalamnya.
Kita merasa nyaman berada di zona ini karena secara alamiah, kita cemas dan takut terhadap sesuatu yang baru. Sebaliknya, kita merasa nyaman berada di dalam situasi di mana kita sudah terbiasa hidup di dalamnya. Sudah tidak ada lagi tantangan di dalam zona ini.
Zona yang kedua adalah zona pembelajaran (learning zone). Berada di zona ini membuat kita cemas tetapi, kecemasan itu masih dapat kita atasi. Contoh zona ini yaitu situasi penuh tantangan, yang pernah kita alami sebelum-sebelumnya.
Sudah beberapa kali Anda mengikuti meeting bersama direksi. Anda pun tidak memiliki fobia untuk mempresentasikan rencana kerja Anda. Menghadapi situasi itu, sekali pun Anda tidak memiliki fobia, niscaya tetap muncul kecemasan di dalam diri Anda. Ini dikarenakan, banyak keputusan (benar) yang harus Anda buat. Rasa cemas ini sangat rasional dan masih dapat ditoleransi. Anda pun masih dapat mengatasinya dengan berbagai cara.
Para pakar menyebut kecemasan ini sebagai optimal level of anxiety (tingkat kecemasan yang moderat yang masih dapat dihadapi).
Ketiga, zona panik alias panic zone. Zona ini merupakan zona yang sangat asing bagi kita. Dinamakan zona panik karena bisa jadi, kita belum pernah sekali pun berada di dalam zona ini, yang menyebabkan kita panik berada di dalamnya. Atau, bisa jadi juga, kita sudah pernah berada di dalam zona ini, tetapi kita memiliki masalah adaptasi di dalamnya. Misalnya, kita memiliki alergi konsumsi masakan laut alias sea food. Saat kita mengonsumsi cumi, misalkan, timbul bentol-bentol di tubuh kita. Ini berarti, sea food menjadi zona panik kita.
Saat Anda ingin keluar dari zona nyaman, pastikan bahwa Anda memasuki zona pembelajaran alias learning zone, bukan panic zone. Memilih zona pembelajaran, alih-alih zona panik merupakan pilihan yang realistis. Ini dikarenakan, Anda memilih zona yang sesuai dengan batas kemampuan Anda.
Jika Anda memilih berada di zona panik, tidak menutup kemungkinan yang terjadi justru Anda akan jera untuk sekali lagi mencoba keluar dari zona nyaman. Penyebabnya, situasi yang Anda hadapi tidak sesuai dengan batas kemampuan Anda. Mungkin Anda akan menasihati diri Anda seperti ini: “Ga lagi-lagi, deh, keluar dari zona nyaman. Situasi di luar penuh dengan risiko dan sangat berbahaya.”
Salah satu contoh berada di dalam zona panik yaitu, maju ke atas panggung dan bernyanyi di hadapan ribuan penonton untuk pertama kalinya, padahal kita memiliki demam panggung.
Memaksakan diri untuk berada di atas panggung sementara kita memiliki fobia berada di atas panggung merupakan ide yang buruk. Kepanikan bisa menyerang kita. Dalam banyak kasus, bahkan sampai ada yang perutnya mual dan muntah karena sangking paniknya.
Ujungnya, kita pun malah malu dan menyalahkan diri kita sendiri karena telah memilih keputusan yang salah (memutuskan untuk mencoba tampil di atas panggung). Pada gilirannya, kesan yang timbul di dalam benak kita mengani situasi baru sangatlah buruk. Kita akan trauma untuk keluar dari zona nyaman.


Bersambung..........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar